Bertepatan dengan pelaksanaan Piodalan di Banjar Asta Buana dan Hari Raya Tumpek Wariga pada Sabtu (08/07/2023), Pemerintah Desa Tegal Harum yang bersinergi dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Desa Tegal Harum melaksanakan dharma wacana dengan tema “Makna Tumpek Wariga Bagi Umat Hindu” di Balai Banjar Asta Buana. Acara tersebut diisi oleh Narasumber dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arum Gunawan, S.Ag., M.Ag. dan dihadiri oleh Perbekel Tegal Harum, Ketua TP PKK Desa Tegal Harum, Perangkat dan Staf Desa Tegal Harum, Jajaran PHDI Desa Tegal Harum, Kelian Banjar Adat Asta Buana, Pelaksana Kewilayahan Dusun Asta Buana, BPD Keterwakilan Dusun Asta Buana, Jero Mangku, Serati, Sekaa Santhi, serta puluhan warga Asta Buana.
I Gede Arum Gunawan, S.Ag., M.Ag. selaku narasumber dalam kegiatan dharma wacana ini menyampaikan kepada umat Hindu yang berada di lingkungan Banjar Asta Buana bahwa dalam Garuda Purana, Sang Hyang Widhi Wasa memberikan kemudahan bagi umat Hindu dalam mencari pahala di zaman Kaliyuga. “Membabarkan dan mendengarkan dharma di zaman Kaliyuga memang sangatlah berat, tetapi pahala membabarkan dan mendengarkan dharma tidak selama pada zaman Kerthayuga yang perlu belajar sastra agama seribu tahun, sedangkan sekarang pada zaman Kaliyuga dengan mendengarkan dharma wacana selama 15 menit sama dengan belajar 1.000 (seribu) tahun bertapa. Dalam Garuda Purana disampaikan bahwa Ida Sang Hyang Widhi memberikan kemudahan kepada umat Hindu di zaman Kaliyuga, dengan menggantikan pertapaan 1.000 tahun dengan pertapaan 15 menit (sama dengan 1 putaran japamala atau sama dengan melakukan 1.000 namaskara yang mengulang nama suci Tuhan). Maka dari itu, cukup dengan 15 menit, bapak/ ibu lupakan semua hal yang bersifat duniawi dan fokus dengan Sang Hyang Widhi. Seperti sekarang, dengan mendengarkan dharma wacana yang tidak lebih dari 30 menit sama dengan membuka Catur Weda Samhita. Umat Hindu dapat mencari pahala dari berbagai kegiatan, seperti membabarkan dharma mendapat pahala 100, mendengarkan pembabaran dharma pahalanya 100, melaksanakan pembabaran dharma pahalanya tak terhingga. Ada juga 9 (sembilan) cara memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disebut dengan Nawa Widha Bhakti, salah satunya Sravanam, yaitu mendengarkan wejangan atau ajaran-ajaran baik seperti mendengarkan ajaran suci, mendengarkan kidung, mendengarkan mantram suci, mendengarkan lagu-lagu puja. Pada piodalan hari ini, bapak/ ibu telah mendapat pahala yang berlipat karena telah mendengarkan dharma wacana, mendengarkan kidung, mendengarkan mantram suci, dan mendengarkan lagu-lagu puja,” ujarnya.
I Gede Arum Gunawan, S.Ag., M.Ag. juga menyampaikan terkait pelaksanaan Tumpek Wariga bagi umat Hindu yang memiliki kendala bertempat tinggal di perkotaan dan tidak memiliki pepohonan di pekarangan rumahnya. “Terkait Tumpek Wariga yang dilaksanakan pada hari ini, erat kaitannya dengan upacara terhadap tanem tuwuh (pohoh buah), kita yang berada di perantauan dan bertempat tinggal di dalam kota, sering kali tidak memiliki lahan untuk tanaman buah-buahan, maka dari itu walaupun tidak memiliki tanaman buah-buahan, perayaan Hari Raya Tumpek Wariga harus tetap dilakukan, tetapi tidak perlu dilakukan di pepohonan yang bukan tanem tuwuh, cukup dengan menghaturkan banten di parahyangan bapak/ ibu di rumah. Tumpek Wariga sering kali disebut Tumpek Uduh/ Bubuh, dimana pada saat Tumpek Wariga dihaturkan juga bubur di tanem tuwuh sebagai makna simbol kesuburan. Pemakaian bubur merupakan simbol Sanghyang Sangkara yang merupakan manifestasi dari Tuhan yang bermakna kesuburan,” tambahnya.